Jumat, 17 Mei 2013

TENTANG BLANGKON

Blangkon sebenarnya adalah bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Dari beberapa tipe blangkon, ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan.

Dari beberapa sumber mengatakan, Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.

Sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan mempunyai rambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon.

Pada dasarnya, ada 2 jenis blangkon yaitu gaya Surakarta (Solo) dan gaya Yogyakarta. Blangkon gaya Surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya Yogyakarta berbentuk bulat seperti onde - onde.

"Blangkon iku sejatine wujud modern lan praktis saka iket. Iket digawe saka kain batik sing radha dawa banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng sirah. Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh sirah (ndhuwur kuping). Lilitane kudhu kenceng dadi ora gampang ucul. Jaman saiki iket iki wis luwih praktis merga lilitane wis didadi wis dijait dadi blangkon. Ana 2 jinis utama iket yaiku model Solo sing mburine trepes lan model Yogya sing ana mondolan neng mburine".


Memahami budaya Jawa dari sudut pandang orang Jawa (modern), sampai saat ini masih sangat sulit. Orang Jawa senang dengan ketidak jelasan (mbulet) dan gemar dengan kebasa - basian atau tidak To the point.

Apabila ditawari sesuatu pun akan menjawab matur nuwun, mboten, sampun semuanya penolakan halus, padahal mungkin hatinya mau. Maka kebanyakan orang sering mengatakan orang Jawa itu "ya dalam ketidakan dan tidak dalam keiyaan".

Jangan salah sangka, tidak setiap orang Jawa yang berbahasa mlipir dengan sikapnya yang halus, juga memiliki watak (sifat) asli yang yang tergambar dari sikapnya, bisa jadi dia seorang yang culas, pendendam atau licik. Tentunya hal ini merupakan suatu kondisi yang kontradiktif. Tutur kata dan sikap santun yang ditunjukkan kadang hanyalah untuk menutupi niat dalam hati.

Maka falsafah blangkon kemudian disematkan pada sikap orang Jawa yang seperti itu, tetapi tidak semua dari orang jawa seperti itu. Dari depan blangkon terlihat rapi tetapi di belakang ada mbendholnya (mondholan), menggambarkan sikap beberapa orang Jawa yang pandai menyimpan maksud dan tujuan sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar